Pembatal-Pembatal Iman (Bagian 3)

Bid'ah itu cenderung kepada dua kutub extrim.
Satu kutub extrim pertama bernama al ifrad, melampaui batas dalam semangat beragama sehingga melampaui batas2 ilmu, sehingga memutuskan segala perkara degnan emosi tidak dengan ilmu.
Kutub extrim kedua attafrid, yaitu kondisi lemah semangat dalam beragama sehingga cenderung mengenteng2kan agama atau mengenyampingkan agama, bentuk lain dari bid'ah.

Dalam kaitannya topik pembahasan kita di majlis ini, Yaitu pembatal2 iman..
ada dua model kutub ekstrim tersebut.

Kutub extrim pertama golongan Al-Ifrad
modelnya ialah seperti khawarij, menggampang-gampangkan untuk memfonis orang lain sesama muslimin dengan fonis (tuduhan-red) orang kafir atau minimal antek kafir, dengan issu2 saja sudah menjadikan dasar untuk memfonis kafir seorang muslim, Ini golongan khawarij..
Mereka ciri-cirinya golongan ini menampilkan atribut-atribut keagamaan, menampilkan semangat ibadah yang luar biasa (diluar keumuman orang) dan akhirnya merasa dirinya paling dekat kepada Allah dan kemudian sampai kepada tingkat merasa dirinya paling suci sehingga lisannya mudah untuk memfonis orang islam lainya dengan fonis kafir.

Golongan extrim kedua golongan At-tafrid
Mereka ini diwakili oleh antara lain ahlul bid'ad yang sering dinamakan mur'jiah,
Murjiah ini satu aliran sesat yang mengajarkan bahwa iman itu hanyalah keyakinan di hati tidak ada kaitanya dengan amal, sehingga murji'ah yang extrim sampai mengatakan imannya orang munafik sama sederajat dengan imannya para nabi dan para rasul, karena amalan2 munafik itu tidak memberi pengaruh apa2 terhadap seseorang, juga amalan para nabi yang istimewa tidak memberi pengaruh kepada..

Golongan murji'ah ini menyatakan tidak ada pembatal2 iman, kalo golongan khowarij tadi serba membatalkan iman, dikit2 batal iman..kliru sisiran batal iman..kliru makan kerupuk batal iman. Golongan murji'ah tidak ada iman yang batal.

Ahlussunnah wal jamaah (ahlul wasod), wasod tengah2 antara dua kutub extrim tersebut, antara al ifrad wat tafrid, walhamdulillah.. entah berapa kali yang sepantasnya kita ucapkan kalimat alhamdulillah ini degan nikmat allah kita dibimbing minjadi ahlus sunnah wal jama'ah.. Kalau kamu mau menghitung nikmat allah sungguh kamu tidak bisa menghitungnya..

Dan Al-Imam As-Syaukani memperingatkan dari sikap "tasyarruk" tergesa-gesa didalam memfonis kafir seorang muslim, beliau al imam assyaukani adalah imam ahlus sunndah yang hidup 200 tahun yang lalu di negeri yaman..

Banyak beliau menulis kitab karena beliau dikucilkan oleh kaumnya, tidak boleh mengajar di masjid, tidak boleh naik mimbar, tidak boleh punya halaqoh..jadi kebanyakan waktunya menulis, maka dari itu beliau banyak sekali karya ilmliahnya.. Seperti kitab nailul autor yang terkenal itu dan kitab-kitab lainnya, waktunya lebih banyak untuk mengasingkan diri, sibuk di perpustakaannya menulis dan menulis, karena tidakak punya murit, sehingga khusus waktunya untuk diperpustakaan beliau,

karena beliau ahlussunnah sementara linggkungan negerinya kebanyakan berpaham syi'ah zaidiyah, di yaman, di negeri syaukan, beliau antara lain menuslis kitab "assailul jarrar al mutadaffiqu 'ala hadaa'iqil azhar"
Didalam kitab assailul jarrar tersenut, Assyaukani RA Menyatakan "ketahuilah bahwasanya menjatuhkan fonis kepada seorang muslim bahwa dia dianggap keluar dari agama islam dan dianggap dia telah masuk kepada kekafiran, fonis yang seperti ini tidak pantas bagi seorang muslim yang beriman kepada allah dan hari akhir untuk memasuki tindakan fonis-memfonis seperti itu, kecuali kalau dia punya bukti-bukti ilamiah yang lebih jelas dari matahari di siang bolong.

Karena kata beliau telah pasti desebutkan dalam hadis-hadis shohih yang diriwayatkan dari sekelompok sahabat nabi "bahwasanya siapa yang mengatakan kepada saudaranya sesama muslim 'wahai kafir' maka sungguh salah satu dari keduanya pantas menempati posisi kafir itu"

Al-Imam Assyaukani mengikuti jejak para imam ahlussunnah sebelum beliau yang memperingatkan bahaya "takfiiir" bahaya memponis orang lain, seorang muslim dengan fonis kufur.

Dan ketika kita melihat baliau-beliau para tokoh ilmu, para ulama, dan lain-lainnya, betapa bahayanya masalah takfiir ini (memfonis kafir sesama muslim) dan beliau2 "men tahrir" memperingatkan dari bahaya memfonis seorang muslim dengan fonis kafir padahal dia bukan kafir

Maka bukan berarti peringatan-peringatan itu semua menujukan betapa entengnya masalah kemungkinan orang bisa jadi kafir, tidaklah hal ini perkara enteng, pembatal-pembatal iman.

Dan bukan berarti segala peringatan para ulama itu, bukan berarti menunjukkan kita harus menutup pintu kemurtadan, bukan berarti kita harus menutup pintu fonis kemurtadan terhadap islamnya seseorang yang kemudian orang itu menampakkan kekafiran, kalau memang memfonis murtadnya seorang muslim itu dengan bukti-bukti ilmiah dan dengan kejelasan-kejelasan saksi-saksi yang terpercaya, bukan berarti hal ini ditutup dengan peringatan-peringatan para ulama tersebut.

. . .