SEJARAH AL QUR’AN
I. APAKAH AL QUR’AN ITU?
a. Arti kata Qur’an dan apa yang dimaksud dengan Al Qur’an.
“Qur’an” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Shalih berarti “bacaan”, asal kata qara’a. Kata Al Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca).
Di dalam Al Qur’an sendiri ada pemakaian kata “Qur’an” dalam arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17, 18 surat (75) Al Qiyaamah:
Artinya:
“ sesungguhnya mengumpulkan Al Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.
Kemudian dipakai kata “Qur’an” itu untuk Al Qur’an yang dikenal sekarang ini. Adapun definisi Al Qur’an ialah: “Kalam Allah s.w.t. yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.”
Dengan definisi ini, Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain Nabi Muhammad s.a.w., tidak dinamakan Al Qur’an seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s., atau Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa a.s. Dengan demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang menbacanya tidak dianggap ibadah, seperti Hadist Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an.
b. Cara-cara Al Qur’an diwahyukan.
Nabi Muhammad s.a.w. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan, di antaranya:
1. Malaikat memasukkan wahyu itu kedalam hatinya. Dalam hal ini Nabi s.a.w. tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: “Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku”, (lihat surat (42) Asy Syuura ayat 51).
2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musin dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa”.
4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no.2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al Qur’an surat (53) An Najm ayat 13 dan 14.
Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kadua). Ketika (ia berada) di Sidratulmuntaha.
a. Arti kata Qur’an dan apa yang dimaksud dengan Al Qur’an.
“Qur’an” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Shalih berarti “bacaan”, asal kata qara’a. Kata Al Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca).
Di dalam Al Qur’an sendiri ada pemakaian kata “Qur’an” dalam arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17, 18 surat (75) Al Qiyaamah:
Artinya:
“ sesungguhnya mengumpulkan Al Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.
Kemudian dipakai kata “Qur’an” itu untuk Al Qur’an yang dikenal sekarang ini. Adapun definisi Al Qur’an ialah: “Kalam Allah s.w.t. yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.”
Dengan definisi ini, Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain Nabi Muhammad s.a.w., tidak dinamakan Al Qur’an seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s., atau Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa a.s. Dengan demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang menbacanya tidak dianggap ibadah, seperti Hadist Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an.
b. Cara-cara Al Qur’an diwahyukan.
Nabi Muhammad s.a.w. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan, di antaranya:
1. Malaikat memasukkan wahyu itu kedalam hatinya. Dalam hal ini Nabi s.a.w. tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: “Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku”, (lihat surat (42) Asy Syuura ayat 51).
2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musin dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa”.
4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no.2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al Qur’an surat (53) An Najm ayat 13 dan 14.
Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kadua). Ketika (ia berada) di Sidratulmuntaha.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !