Selamat Datang di Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia
Home » » Sifat dan Cara Puasa Nabi (bagian 6)

Sifat dan Cara Puasa Nabi (bagian 6)

Written By Femrino on Minggu, September 07, 2008 | 9/07/2008

20. I’tikaf
a.
Maknanya
Makna dari I’tikaf adalah menempati sesuatu, maka dikatakan bagi orang yang berdiam dimasjid dan beribadah didalamnya :Mu’taqifun dan akifun.

b.
Disyariatkannya
Disunnahkan I’tikaf itu dilakukan dibulan Ramadhan dan pada hari-hari bulan lainnya. Disebutkan dalam hadits
bahwa Nabi beri’tikaf pada 10 hari terakhir pada bulan syawwal (Hadits riwayat Bukhari 4/226 Muslim 1173).
Dan bahwasanya Umar berkata kepada Nabi :
Wahai Rasulullah sesungguhnya aku bernadzar pada masa jahiliyyah untuk ber’tikaf satu malam di Masjidil Haram? Rasulullah menjawab :Tunaikan nadzarmu (beri’tikaflah satu malam). (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).

Dan I’tikaf yang paling utama adalah dibulan Ramadhan berdasarkan hadits Abu Hurairah :
Adalah Rasulullah beri’tikaf pada 10 hari setiap bulan Ramadhan dan tatkala tahun dimana beliau wafat, Nabi beri’tikaf 20 hari. (Hadits riwayat Bukhari)

Dan paling utamanya adalah pada bulan Ramadhan karena Rasulullah :
Adalah beliau beri’tikaf pada 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkannya”. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

c.
Syarat-syaratnya
Tidak disyariatkan kecuali dilakukan didalam masjid-masjid. Berdasarkan firman Allah :
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam masjid. (Al Baqarah : 187)

Dan bukanlah masjid-masjid yang dimaksudkan disini masjid secara umum, dan sungguh disebutkan penyebutan secara khusus dalam hadits Rasulullah , yaitu sabda beliau :
Tidak ada I’tikaf kecuali dalam tiga masjid (Yaitu masjidil haram, masjid Nabawi, dan masjidil Aqsha). (Hadits shahih, para ulam adan imam telah menshahihkannya, lihat kitab Al Insof fi Ahkaamil ‘itikaf)

d. Apa yang diperbolehkan bagi orang yang beri’tikaf
Diperbolehkan bagi orang yang beri’tikaf keluar (dari masjid) untuk menunaikan hajatnya, Aisyah berkata :
Adalah Rasulullah mengeluarkan kepala beliau sedangkan beliau (beri’tikaf) dalam masjid (dan saya berada dalam kamarku) lalu aku sisir rambut beliau (dalam riwayat lainnya : aku cuci kepala beliau) dan (antara aku dan beliau ada daun pintu) dan (saya dalam keadaan haid) dan adalah beliau tidak masuk dalam rumah kecuali untuk suatu kebutuhan (manusia) jika beliau beri’tikaf. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

Diperbolehkan bagi orang yang beri’tikaf dan selainnya untuk berwudhu dalam masjid berdasarkan perkataan seorang lelaki pelayan Rasulullah :
Rasulullah berwudhu dalam masjid dengan wudhu yang ringan. (Hadits riwayat Ahmad)
Diperbolehkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menjadikan kemah di belakang Masjid.
Diperbolehkan bagi orang yang beri’tikaf untuk meletakkan karpet atau kasurnya dalam masjid.

e. I’tikafnya perempuan dan kunjungannya kepada suaminya
Diperbolehkan bagi wanita untuk mengunjungi suaminya pada waktu suaminya beri’tikaf, dan hendaknya suaminya mengantarkannya hingga pintu masjid.

Diperbolehkan bagi wanita untuk beri’tikaf di masjid bersama suaminya, atau sendirian berdasarkan perkataan Aisyah :
Adalah Rasulullah beri’tikaf sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkannya, lalu beri’tikaf istri-istri beliau sesudah beliau wafat. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

Berkata Syaikhuna (Guru kami, yaitu Syaikh Al Albani rahimahullah) alam hadits tersebut terdapat dalil bolehnya wanita beri’tikaf.
Dan tentunya hal ini dengan ketentuan dengan izin wali mereka, aman dari fitnah, tidak bercampur dengan laki-laki, (hal ini) berdasarkan banyak dalil, dan kaidah fikih : Menolak kerusakan didahulukan daripada mengambil manfaat.

21. Shalat Tarawih
a. Disyariatkannya
Shalat tarawih disyariatkan secara berjamaah berdasarkan hadits Aisyah :
Bahwasanya Rasulullah keluar pada larut malam dan shalat di masjid, dan beberapa orang lelaki ikut makmum shalat beliau, maka pada pagi harinya orang-orang membicarakan kejadian malam itu, lalu berkumpullah orang-orang dengan jumlah yang lebih banyak (pada malam berikutnya),
lalu Rasulullah shalat dan mereka shalat bersama Rasulullah, maka pada pagi harinya orang-orang membicarakannya, hingga bertambah banyaklah manusia pada hari ketiganya, maka Rasulullah keluar dan orang-orangpun ikut shalat.
Maka tatkala malam yang keempat masjid tidak mampu menampung jamaah shalat, hingga Rasulullah keluar untuk shalat subuh, maka tatkala beliau selesai menunaikan shalat subuh beliau menghadap manusia dan bertsyahhud (mengucapkan shahadat) lalu berkata :
Sesungguhnya tempat kalian tidak aku takuti, akan tetapi yang aku takuti adalah shalat (malam pada bulan Ramadhan) diwajibkan atas kalian lalu kalia lemah untuk mengamalkannya.
Dan Rasulullah wafat sedang perkaranya dalam keadaan yang demikian itu. (Hadits riwayat Bukhari)

Maka tatkala beliau wafat, dan hilanglah ketakutan (diwajibkannya shalat malam pada bulan Ramadhan), tetaplah disariatkannya shalat malam pada bulan Ramadhan secara berjama’ah karena hilangnya alasan (karena takut diwajibkan), karena alasan itu ada bersamaan dengan perkara yang dialaskan.

Lalu menghidupkan sunnah shalat malam secara berjamaah ini khalifaf Umar bin Khattab, sebagaimana diberitahukan oleh Abdurrahman bin Abdul Khoriy ia berkata :
Aku keluar bersama Umar bin Khattab pada suatu malam dibulan Ramadhan ke Masjid.
Maka disana manusia terbagi-bagi, (ada) seorang lelaki shalat sendirian, dan ada seorang lelaki shalat dan sekelompok orang menjadi makmumnya.
Maka berkatalah Umar :Sesungguhnya ku berpendapat untuk mengumpulkan mereka dibawah satu Imam, tentulah lebih serupa, lalu Umar berketapan kemudian mengumpulkan mereka dengan di imami Ubai bin Ka’ab.
Lalu pada malam lainnya aku keluar bersama Umar bin khattab, dan manusia shalat di imami oleh satu orang.
Berkatalah Umar :
Sebaik-baik bid’ah adalah ini, dan orang yang tidur darinya adalah lebih utama dari mereka yang mendirikan shalat saat ini, dan adalah manusia melaksanakan shalat pada awal malamnya. (Hadits riwayat Bukhari)

b. Jumlah rakaatnya
Jumlah bilangan shalat tarawih diperselisihkan oleh manusia, dan pendapat yang tepat/sesuai dengan petunjuk Nabi adalah 8 rakaat selain witir.
Berdasarkan hadits Aisyah :
Rasulullah tidak pernah menambah jumlah shalat malam pada bulan Ramadhan atau bulan lainnya melebihi 11 rakaat. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

Dan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah sesuai dengan hadist yang diriwayatkan Aisyah, (diamana) ia menyebutkan :
Bahwa Nabi tatkala menghidupkan malam bulan Ramadhan beliau shalat 8 rakaat dan berwitir. (Dikeluarkan Ibnu Hibban, Tabrani,dan Ibnu nasr)

22. Zakat fitri
a. Hukumnya
Zakat fitri hukumnya wajib berdasarkan hadits riwayat Ibnu Umar (semoga Allah meridhainya dan meridhai ayah beliau) ;
Rasulullah mewajibkan zakat fitri. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

b. Bagi siapa zakat fitri diwajibkan?
Zakat fitri wajib bagi anak kecil, orang dewasa, laki-laki dan perempuan, orang merdeka, dan budak muslim.
Berdasarkan hadits Abdullah bin Amru :
Rasulullah mewajibkan zakat fitri satu sha’ dari kurma atau dari tepung atas seorang budak dan orang merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kalangan kaum muslimin. (hadits Bukahri dan Muslim)

c. Macam-macam zakat fitri

d. Sasaran zakat fitrah
Zakat fitri tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang berhak yaitu orang-oang miskin berdasarkan hadits Ibnu Abbas :
Rasulullah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia, perkataan dan perbuatan keji, dan memberikan makanan kepada orang miskin. (hadits riwayat Abu Daud dan Nasai)

Dan termasuk dari sunnah adalah adanya orang yang mengumpulkan zakat fitri.

Adalah dahulu Rasululah SAW mewakilkan kepada Abu Hurairah untuk mengumpulkan zakat fitri.
Abu Huraira berkata :
Rasulullah mewakilkan kepadaku untuk mengumpulkan zakat fitrah. (Hadits riwayat Bukhari)
Adalah Ibnu Umar memberikan zakat fitrah kepada pegawai penerima zakat yang diangkat oleh Imam (Penguasa), yang demikian itu ia lakukan sehari atau dua hari sebelum idul fitri.
Ibnu Khuzaimah mengeluarkan hadits 4/83 dari jalan Abdul Warits dari Ayub,:Aku berkata:Kapan Ibnu Umar memberikan sha’ (zakat fitrah)?
Ia berkata :jika petugas zakat sudah duduk (menunggu zakat). Aku bertanya :Kapan petugas zakat duduk? Ia berkata :Sehari atau dua hari sebelum Idul Fitri.

e. Waktunya
Ditunaikan sebelum keluarnya manusia dari shalat Id dan tidak diperbolehkan mengakhirkan zakat fitri (setelah shalat) atau memajukan pemberian zakat fitri kecuali sehari atau dua hari sebelumnya berdasarkan perbuatan Ibnu Umar.

Ibnu Khuzaimah jika diberikan setelah shalat ‘Ied maka dianggap sedekah.
Berdasarkan hadits :
barangsiapa memberikan zakat fitri sebelum shalat maka itu adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa memberikannya sesudah shalat maka itu adalah termasuk dari sedekah. (Hadits riwayat Abu Daud)

Maraji’:
Diringkas dan diterjemahkan dari kitab sifat saum nabi
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !




Ikut Kajian ! ! !

Download Brosure



Informasi Jadwal Kajian & Pelatihan

1. Kajian Aqidah
Bersama Ust. Abdussalam Busyro
Setiap Hari Selasa (*pekan ganjil) Ba'da Maghrib

2. Kajian Pendidikan dalam Islam
Bersama Ust. Fatan Fantastic
Setiap Hari Selasa (*pekan genap) Ba'da Maghrib

3.
Kajian Tafsir Al-Qur'an
Kitab Al-Muyassar
Bersama Ust. Suprianto Pasir, M.Ag
Setiap Hari Rabu Ba'da Maghrib

4. Kajian Tafsir Juz Amma
Bersama Ust. Okrisal Eka Putra, Lc
Setiap Hari Kamis Ba'da Maghrib

5. Kajian Akhlak
Bersama Ust. Abu Abdirrohman
Setiap Hari Jum'at Ba'da Maghrib

6. Pelatihan Tilawatil Qur'an
Bersama Ust. Ngaliman (Qori' Nasional)
Setiap Hari Sabtu Ba'da Maghrib

7. Pelatihan Adzan
Bersama Alumni TMUA UII
Setiap Hari Sabtu & Ahad Ba'da Shubuh


 
Support : Creating Website | Forum Berbagi | Ulil Albab UII
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. : Ulil Albab Cahaya UII : - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Forum Berbagi